Ragam Lagu dan Karya Musik Daerah

Kata musik berasal dari kata mousikè yang diambil dari Yunani. Arti dari kata mousikos adalah dewa keindahan, seni, dan ilmu pengetahuan. Bangsa Romawi menggunakan kata ars musica untuk menyebut seni berpuisi yang diiringi musik. Secara umum dapat dikatakan bahwa musik adalah seni suara atau bunyi nada yang terjalin menjadi suatu irama, melodi dan harmoni tertentu yang dihasilkan oleh kreatifitas serta perasaan penciptanya (Orsida, 2017).

Kata traditio merupakan etimologi atau asal kata dari bahasa Latin tradêrê yang artinya jatuh ke bawah, yang dapat diartikan sebagai mewariskan. Sesuatu yang digunakan untuk kebiasaan masyarakat yang diwariskan secara turun temurun (Salim, 1991; Finalti, 2012).

Musik tradisional dapat diartikan sebagai bagian dari seni budaya yang tumbuh dan berkembang pada wilayah khusus yang berlangsung turun temurun dan antar generasi. Walaupun demikian, musik tradisional tidaklah berarti sudah lapuk, kuno namun musik yang memiliki ciri serta keunikan kultur sesuatu etnik tertentu (Purba, 2007). Dari uraian di atas musik tradisi merupakan wujud nilai budaya yang mengangkat tema-tema kehidupan dalam tradisi setempat.

 

Musik Tradisional

Musik tradisional sebagai perwujudan identitas dari masyarakat setempat, memiliki arti yang sangat penting karena merupakan sebuah kesatuan yang tak terpisahkan dengan sosial budaya daerah setempat. Keanekaragaman musik tradisional mencerminkan adat dan budaya dengan fungsi dalam memaknai budaya masyarakat (Merriam, 1964) Musik tradisional merupakan musik yang muncul dan berkembang dari suatu daerah dan diwariskan secara turun temurun.

Ciri-ciri musik tradisional adalah:

  1. Karya musik baik vokal maupun cara memainkan peralatannya tersebar secara langsung, tidak tertulis dan hanya berdasarkan ingatan.
  2. Syair lagu menggunakan bahasa daerah.
  3. Melodi, tangga nada dan ritmiknya menunjukkan ciri khas kedaerahan.
  4. Menggunakan alat-alat musik khas daerah.
  5. Pencipta lagunya sering sudah tidak diketahui.
Bagian yang terpenting di dalam keanekaragaman lagu daerah ini, adalah mengetahui makna dari lagu-lagu tersebut, agar kita dapat memberi apresiasi pada lagu tersebut. Perhatikanlah beberapa lagu-lagu daerah yang sangat popular, yang memiliki makna edukasi yang sangat diperlukan untuk pembentukan karakter anak Indonesia, berikut makna dari beberapa lirik lagu daerah yang ada di Indonesia.

        1. Sio Mama (Maluku)

Syair lagu ''Sio Mama'' pada dasarnya berisikan serta mencerminkan perasaan dan adab seseorang anak pada orang tuanya. Hal tersebut ditunjukkan dengan kenangan dikala ibu berjuang tanpa lelah membesarkannya. Juga bagaimana perasaan anak ini yang merasa belum mampu membalas jasa ibu tercinta, pada syair ''Beta balom balas mama, mama pung cape sio doloe'' dimana pengertiannya adalah aku belum sanggup membalas segala pengorbanan dan letih yang diberikan oleh ibu. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam pengungkapan cinta kasih seorang anak kepada ibunya adalah pada syair ''Sio Tete Manise, jaga beta pung mamae'' yang berisikan impian agar Tuhan selalu melindungi ibu tercinta (Widjajanti, 2016).

        2. Tanduk Majeng (Madura)

Lagu "Tanduk Majeng" menggambarkan seorang pekerja keras, dan percaya diri. Hal ini berlatar belakang situasi dan kondisi geografis seorang nelayan Madura yang sering harus bergelut dalam kehidupan yang keras di laut untuk waktu yang cukup lama. Namun tentunya tidak mematahkan semangat para nelayan, yang harus berjuang mengendalikan perahu layar mereka dalam situasi alam apapun. Kalimat Mon e tengguh deri abid pajelennah, mase benyak’ ah onggu le ollena bila diamati dari lamanya ekspedisi, pasti betul-betul banyak hasilnya membuktikan impian terdapatnya hasil kegiatan. Kehidupan para nelayan dilgambarkan seperti bantal ombak, asapok angin (berbantalkan ombak, berbalut angin).

        3. Tokecang (Jawa Barat)

Lagu "Tokecang" yang sederhana dan gembira, dinyanyikan anak-anak kecil didaerahnya pada saat mereka sedang menghabiskan waktu bermain bersama. Lagu "Tokecang" menceritakan tentang seseorang yang senang makan secara berlebihan atau makan sampai melampaui batas. Tembang "Tokecang" merupakan sebuah singkatan dari Tokek Makan Kacang yang mengingatkan bahwa makan banyak atau makan berlebihan tidak baik, sebab hal ini melambangkan kerakusan atau keserakahan sehingga tidak memiliki kepedulian terhadap orang lain dan hanya memikirkan tentang dirinya sendiri. Pada dasarnya manusia merupakan mahuk sosial yang saling membutuhkan dan seharusnya bisa saling berbagi dan tolongmenolong (Setiowati, 2020).

B.     Gaya dan Teknik Bernyanyi Lagu Daerah

Setelah mengenal keragaman musik tradisional daerah di Indonesia dan fungsi serta ciri khasnya, tahap selanjutnya mari kita memperhatikan lebih saksama beberapa teknik yang digunakan dalam membawakan lagu-lagu tradisional atau daerah. Ada banyak sekali teknik menyanyi unik dari berbagai daerah yang tentu saja disesuaikan dengan musik dari daerah tersebut. Namun, dalam pembahasan ini kita akan membahas empat jenis teknik bernyanyi lagu daerah.

1.      Teknik Nyindhen 

Pesindhén, atau Sindhén (dari bahasa Jawa) adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi diiringi oleh orkestra gamelan. Pesindén yang baik harus memiliki kemampuan untuk menyanyikan tembang dimana dibutuhkan teknik khusus untuk melakukan ornamentasi vokal dengan ciri khas sindhen.

Menurut Ki Mujoko Joko Raharjo seorang tokoh seni budaya Jawa, Pesindhen berasal dari kata pasindhian yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan lagu). Sindhén juga disebut waranggana (wara berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan anggana berarti sendiri). Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan

Kesenian Sindhén terdapat di daerah seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur dan daerah lainnya, walaupun terdapat beberapa perbedaan karakteristik. Pada pertunjukan wayang tertentu yang bersifat spektakuler, dapat mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih.

Setiap penyanyi Sindhén mempunyai ciri khas masing-masing. Walaupun dengan lagu yang sama, namun berbeda dalam hal jenis dan warna suara, teknik vokal yang digunakan, penempatan ornamentasi, dinamika dan lain sebagainya. Perbedaan ornamentasi demikian akan memungkinkan timbulnya ciri khas pada tiap pesindhen dalam menggunakan gaya nyanyian (senggol) dan irama lagu pada masing-masing vokal kapesindenan. Ada beberapa teknik ornamentasi vokal seperti eluk tungtung, ngolembar, geregel, gerewel, yang memiliki kesamaan teknik dalam menyanyikan lagu keroncong (Krisna, 2018).

2.      Teknik Keroncong

Musik keroncong telah menjadi bagian dari budaya musik bangsa Indonesia. Di dalamnya terdapat karakteristik yang mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, menjadikan musik keroncong memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan musik lainnya. Walaupun musik keroncong telah dipandang sebagai budaya musik bangsa Indonesia, namun kita harus menyadari bahwa dalam perjalanan sejarahnya, keroncong merupakan salah satu musik yang terbentuk dari perpaduan antara unsur kebudayaan asing dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Maka dapat dikatakanlah bahwa musik keroncong adalah salah satu musik hasil akulturasi dari dua kebudayaan yang berbeda. Istilah akulturasi yang didapat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung pengertian sebagai berikut: 

a. Percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi, seperti candi-candi yang ada sekarang merupakan bukti adanya keterkaitan antara kebudayaan Indonesia dan kebudayaan India;

b. Proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu.

Dari penjelasan tersebut tentang akulturasi, apa yang terjadi dalam perkembangan musik keroncong pun dapat dikatakan sebagai proses akulturasi. Dilihat dari beberapa unsur yang terdapat dalam musik keroncong seperti, alat musik yang dimainkan, bentuk musik, tangga nada, harmonisasi dan unsur-unsur lain yang terkandung dalam musik keroncong, merupakan percampuran dari dua budaya yang berbeda.

Seorang pakar lagu keroncong, Viktor Ganap dalam sebuah wawancara yang ditulis dalam "Buletin Gong" pada (2009:23) mengatakan: "Keroncong merupakan musik hibrida, hasil dari berbagai komponen budaya yang menyatu melalui proses perjalanan sejarah yang panjang dengan segala keunikannya, sehingga sulit bagi kita untuk mencari sumber yang asli ketika berbicara tentang musik keroncong’’.

Terdapat beberapa referensi mengenai sejarah awal musik keroncong lahir di Indonesia, di antaranya bahwa bermula pada abad XVII ketika kaum mardjikers (bekas tahanan/budak yang telah dimerdekakan) keturunan Portugis, mulai memperkenalkanya di Batavia di permukiman mereka yang saat ini dikenal sebagai Kampung Tugu, Jakarta Utama (Mintargo, 2018).

Melihat ada beberapa pendapat tentang asal nama Keroncong itu sendiri, pendapat yang paling akurat dengan arti kata Keroncong merupakan kata onomatope, yaitu kata yang berasal dari suara dan bunyi alat musik Ukulele. Alat tersebut dimainkan dengan teknik guitar rasgueado dan terdengar menimbulkan bunyi crong, sehingga akhirnya digunakanlah istilah keroncong (Ganap, 2006).

Bernyanyi dengan gaya keroncong yang asli merupakan suatu hal yang penting. Penyanyi keroncong harus dapat bernyanyi dengan gaya khas keroncong asli sesuai dengan teknik bernyanyi keroncong. Dengan demikian jika penyanyi tidak dapat bernyanyi sebuah lagu keroncong dengan ciri-ciri tersebut, maka sering dikatakan tidak ngroncongi, atau dapat dikatakan tidak ada ruh keroncongnya (Buletin Tjroeng, 2015).

Teknik Vokal Keroncong

Beberapa teknik vokal keroncong asli adalah sebagai berikut (Finalti, 2012):

a. Nggandul; merupakan cara menyanyi dengan ketukan lebih lambat dari ketukan yang seharusnya atau tertulis di notasi (kurang lebih ½ ketuk), namun pada frase berikutnya ketinggalan ritme akan dikejar dan kembali ke ritme yang seharusnya.

b. Cengkok; merupakan nada hiasan pada melodi utama, semacam mordent pada musik diatonis barat.

c Ngembat; merupakan cara menyanyi yang dimulai di bawah melodi utama, yang kemudian bergayut.

d. Gregel; merupakan teknik vokal seperti appoagiatura yang dinyanyikan pada akhir frase yang biasanya diakhiri dengan nada yang panjang dan teknik vibrato.

 

3.      Teknik Melayu

Budaya Melayu merupakan budaya yang sangat kaya dan tersebar di seluruh Sumatera, Semenanjung Malaysia, Singapura dan Thailand, di mana unsur lagu dan tari merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seni pertunjukan. Seni pertunjukan atau seni persembahan memiliki makna penampilan seniman dalam melakukan komunikasi dengan penonton, berdasarkan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Melayu (Takari dan Dewi, 2008:95).

Menurut Azlina Zainal seorang penyanyi senior lagu Melayu berasal dari Sumatera Utara, teknik utama yang digunakan dalam bernyanyi lagu-lagu Melayu adalah kreativitas dan improvisasi dalam menghiasi melodi lagu dengan berbagai macam ornamen khas lagu melalu seperti grenek, cengkok, dan patah lagu. Kemampuan dalam memberikan hiasan melodi ini menjadi kelebihan dan ciri khas unik dari seorang penyanyi (Simanjuntak, 2015).

Popularitas seorang penyanyi Melayu didukung kuat oleh karakter vokal dan kemampuan melakukan hiasan-hiasan melodi ini yang berfungsi untuk memperindah sebuah melodi lagu. Tanpa hiasan cengkok dan grenek maka melodi itu akan terasa kaku, dan kurang memberikan karakter gaya bernyanyi Lagu Melayu yang khas.

Pantun banyak digunakan pada lagu-lagu Melayu, seperti pada lagu "Laksamana Raja di Laut". Lagu ini merupakan salah satu lagu Melayu yang sangat terkenal, namun mungkin ada yang belum tahu tokoh ini adalah nyata bukan sebuah fiksi, yang hidup dan menjadi bagian penting dari tokoh berdirinya kerajaan Melayu Siak Sri Indrapura pada masa dahulu.

4.      Teknik Dangdut

Munculnya musik dangdut berawal dari perpaduan musik Hindustan, Melayu, dan Arab yang datang dan berkembang di Indonesia. Pengaruh India sangat kuat seperti pada alat musik yang digunakan, yaitu gendang dan tabla, serta harmoni musik. Unsur tabuhan yang merupakan bagian unsur dari musik India digabungkan, dengan unsur cengkok penyanyi dan harmonisasi dengan irama musiknya merupakan suatu ciri khas dari irama Melayu merupakan awal dari mutasi dari irama Melayu ke dangdut. Proses akulturasi musik melayu semakin cepat pada era tahun 1960-an, dimana mulai dipengaruhi oleh banyak jenis musik lainnya seperti gambus, degung, keroncong, dan langgam. Mulai zaman inilah sebutan untuk irama Melayu mulai berubah dan menjadi terkenal dengan sebutan musik Dangdut, dikarenakan bunyi gendang lebih didominasi dengan bunyi dang dan dut. Dengan demikian kata dangdut merupakan onomatope atau kata yang menirukan sesuai dengan bunyi suara instrumen tersebut sendiri, yaitu bunyi dari tabla atau gendang.

 

C.    Mengenal Ragam Alat Musik Tradisional Indonesia

1.      Fungsi Alat Musik Tradisional

 Setiap alat musik tradisional dari tiap daerah memiliki fungsi yang berbeda-beda. Seiring perkembangan zaman, fungsi dari alat musik tradisional itupun turut menyesuaikan dengan perkembangan kegiatan berkesenian. Adapun fungsi dari alat musik tradisional yang masih dijalani hingga sekarang yaitu sebagai berikut.

a.       Sebagai sarana komunikasi.

Bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat musik tradisional memiliki makna tertentu bagi sekelompok masyarakat. Bunyi-bunyian itu umumnya memiliki pola ritme tertentu sebagai tanda bagi masyarakat atas suatu kejadian peristiwa atau kegiatan setempat.

b.      Sebagai sarana upacara budaya

Musik tradisional di Indonesia erat kaitannya dengan alunan-alunan bunyi dan nada yang mendukung keberlangsungan upacara-upacara kebudayaan, keagamaan serta kenegaraan. Iringan alat musik disini bertujuan untuk memberi kesan khidmat pada saat upacara berlangsung karena bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh alat musik tradisional diyakini memiliki kekuatan magis.

c.       Sebagai sarana untuk pengiring tarian

Alat musik tradisional memang memiliki peranan penting untuk mengiringi setiap acara adat di setiap daerah di Indonesia. Kolaborasi antara musik dan tari akan membuat sebuah pertunjukan tari lebih hidup serta lebih menarik perhatian masyarakat. Penonton akan dimanjakan dengan visual dari penari dan audio dari pemain musik. Sehingga tari dan musik menjadi satu kesatuan dalam sebuah pertunjukan.

d.      Sebagai sarana ekspresi diri dan kreasi

Alat musik tradisional bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengespresikan diri dan berkreasi. Bagi para seniman, musik dapat digunakan sebagai media untuk mengekspresikan diri serta mengaktualisasikan potensi dirinya. Melalui musik dan alat musik, seniman dapat mengungkapkan perasaan, pikiran, gagasan, dan cita-cita tentang diri, masyarakat, Tuhan, dan dunia.

e.       Sebagai sarana pertunjukan dan hiburan

Musik merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kejenuhan akibat rutinitas sehari-hari serta sebagai sarana rekreasi dan ajang pertemuan dengan warga lainnya. Kehadiran alat musik tradisional pun semakin menghidupkan suasana kegiatan pertunjukan, dan menjadi sarana untuk menghibur masyarakat.

 

2.      Jenis Alat Musik Tradisional

a.       Alat musik pukul

Alat musik pukul merupakan alat musik dengan sumber bunyi yang dihasilkan dengan cara memukul alat musik tersebut. Alat musik pukul dapat dimainkan dengan menggunakan alat bantu pukul berupa stik berbahan kayu, rotan dan sebagainya. Namun dapat pula dimainkan dengan pukulan tangan kosong. Alat musik pukul di Indonesia sangatlah beragam bentuk dari berbagai bahan dasar. Ada yang berbahan kayu, logam, bambu, hingga kulit hewan.

Alat musik pukul terbagi menjadi 2 jenis yaitu alat musik pukul tidak bernada dan alat musik pukul bernada. 1) Alat musik pukul tidak bernada Hampir di semua daerah di Indonesia memiliki alat musik pukul tidak bernada dengan nama dan jenisnya yang berbeda-beda. Ada yang dimainkan dengan tangan kosong ada pula yang dipukul dengan alat pemukul. Alat ini biasanya berperan sebagai penjaga tempo maupun pengatur irama musik.

2) Alat musik pukul bernada Sama halnya dengan alat musik pukul tidak bernada, disetiap daerah di Indonesia memiliki alat musik pukul bernada yang serupa namun dengan nama yang berbeda. Alat ini dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pemukul. Indonesia memiliki sejumlah alat musik pukul bernada yang berbahan logam, kayu dan juga bambu.

b. Alat musik tiup Alat musik tiup merupakan alat musik bernada dengan sumber bunyi yang dihasilkan dengan cara mengalirkan udara ke alat musik tersebut. Indonesia memiliki alat musik tiup beragam setiap daerahnya yang berbahan kayu, bambu, hingga kerang. Alat musik tiup yang sangat popular di masyarakat yakni suling dengan nama dan karakter suara yang tentunya berbeda-beda di setiap daerah

c. Alat musik petik Indonesia dengan keanekaragaman tradisi dan budayanya juga memiliki alat musik petik seperti sasando dari Nusa Tenggara Timur, ukulele dari Maluku dan lain sebagainya yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Alat musik petik sendiri merupakan alat musik yang memiliki dawai atau senar yang dipetik guna menghasilkan bunyi dari alat tersebut. Perbedaan panjang pendeknya dawai pada alat ini berpengaruh terhadap tinggi rendahnya nada yang dihasilkan. Begitu pula bahan dari badan alat musik itu sendiripun berpengaruh terhadap karakter suara yang dihasilkan

d. Alat musik gesek Alat musik gesek adalah alat musik yang dimainkan dengan cara menggesekkan dawai atau senar pada alat tersebut. Alat musik gesek kebanyakan dibuat dari bahan baku kayu lalu dilubangi bagian tengahnya sebagai resonansi dan dawai atau senarnya terbuat dari kulit atau usus hewan. Seiring dengan perkembangan jaman, kini bahan baku pembuatan alat musik gesek lebih modern seperti plastik dan bahan sintetis.

 

Post a Comment

0 Comments